PADANGSIDIMPUAN,- Pengadilan Agama lambang dari kebaikan, kebenaran dan keadilan. Yang pasti hakim dan orang di sekitarnya bahagian dari manusia-manusia berilmu tinggi di bidang agama, termasuk ilmu tentang api neraka dan betapa dahsyatnya azab dari Tuhan.
Sehingga dengan ilmu tingkat tinggi yang mereka miliki, seharusnya orang-orang di Pengadilan Agama ini menjadi orang yang pertama paling takut atas azab Tuhan sehingga mereka menghindari perbuatan curang, jahat dan berpihak.
Memang diakui, ada juga manusia yang memanfaatkan ilmunya untuk berbuat curang dan/atau tidak adil.
Ketika salah satu pasal menguntungkan dirinya secara pribadi maka manusia berilmu tinggi tersebut selalu memunculkan pasal-pasal itu kepermukaan dan jika pasal-pasal lain merugikan dirinya maka pasal-pasal kebenaran itu disimpan dalam keteknya. Orang orang seperti ini merupakan golongan dari orang-orang munafik yang akan berujung ke neraka.
Semoga hakim, Penitera dan orang yang berhubungan dengan persidangan di Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan selalu berlaku adil, jujur dan tidak berpihak agar tidak kena azab dari Tuhan di Yaumil Akhir kelak, pinta keluarga dr. Badjora bernama Muda Siregar.
Kepada wartawan, Muda Siregar memaparkan Terutama dalam kasus sengketa harta warisan atas rumah dr. Badjora M. Siregar di Jl. Kenanga Kota Padangsidimpuan - Sumatera Utara. Seharusnya pada tahun 2016 pihak Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan menolak gugatan atas pembagian harta waris dari pihak pemohon.
Karena sebelum meninggal ayah dan ibu mereka yang bersengketa telah berwasiat agar harta waris tidak boleh dibagi selama kurun waktu 50 tahun sejak wasiat itu disetujui dan ditandatangani oleh seluruh ahli waris BM Muda Siregar.
Namun Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan sepertinya tidak menggubris kekuatan hukum dari wasiat dimaksud dengan terus menjalankan persidangan hingga sampai kepada Mahkamah Agung.
Tidak tahu apakah pihak Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan menganggap menerima gugatan dengan tidak menghiraukan wasiat , itu masuk kategori kebenaran atau ada dalil yang membenarkan itu.
Lantas, sidang berlanjut hingga memunculkan Putusan Mahkamah Agung dengan menghukum kedua belah pihak untuk melakukan pembagian harta warisan secara Natura dan bilamana tidak bisa secara Natura dilakukan secara lelang.
Putusan MA tersebut tampak mencederai Wasiat orang tua yang bersengketa karena harus dibagi. Cedera lainnya, persidangan tak pernah melakukan pengukuran secara detail atas panjang dan lebar objek perkara.
Kemudian kedua kalinya Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan "asal-asalan" dalam memutus perkara.
Yang pertama PA Kota Padangsidimpuan telah menerima Gugatan Pembagian Harta Waris padahal seharusnya PA menolaknya karena ada surat wasiat yang tidak boleh dilanggar yakni harta waris tidak boleh dibagi kepada waris dalam kurun waktu 50 tahun lamanya.
Dan yang kedua PA Kota Padangsidimpuan dalam menjalankan putusan Mahkamah Agung belum melaksanakan Pembagian secara Natura tiba-tiba sudah melelang harta waris dari orangtua dr. Badjora. Dan semua orang juga wajib tau bahwa sampai saat ini hasil lelang bagian dr Badjora masih di rekening PA kota Padang sidempuan.
Kemudian tidak diketahui juga apakah PA Kota Padangsidimpuan telah merasa benar atas Pembiaran terhadap kekurangan syarat-syarat yang dilakukan oleh KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) kota Padangsidimpuan.
Karena syarat lelang yang sebenarnya Objek yang mau dijual atau dilelang harus memiliki alas hak resmi seperti SHM (Sertifikat Hak Milik) .
Pada kenyataannya si penjual dalam hal ini PA Kota Padangsidimpuan belum memiliki SHM dan hanya mengandalkan Surat Keterangan Lurah yang sifatnya "dikarang-karang" oleh lurah.
Karena lurah yang "mengarang-ngarang" surat tersebut tidak diketahui oleh waris pemilik lahan tersebut , lurah juga tidak pernah turun ke lokasi melakukan pengukuran dan darimana lurah mendapatkan angka 3.945,75 m2 sedangkan dalam surat keterangan tersebut tidak tertera ukuran panjang dan ukuran lebar.
Kalaulah PA Kota Padangsidimpuan bahagian dari manusia yang berilimu tinggi, PA Kota Padangsidimpuan tidak sepatutnya meneruskan lelang tersebut karena kurang syarat.
Meski hanya bermodalkan Surat Keterangan Lurah, PA Kota Padangsidimpuan sebagai tumpuan harapan untuk mendapatkan keadilan tetap "membiarkan" pihak KPKNL melaksanakan lelang yang tidak memenuhi syarat tersebut, tanpa melakukan teguran.
Nah, lelang tersebut terlaksana singkat yang menghasilkan penawar tunggal dan harga jual makin merugikan pihak waris dibanding tawaran sebelumya yang datang dari dr. Badjora.
Karena sebelumnya pihak dr Badjora melalui kuasa hukumnya pernah ada komunikasi dengan kuasa hukum Linda Mora dkk yang pada saat itu masih diwakili oleh Marwan Rangkuti, dimana pihak dari dr.Badjora pernah menawar sebesar Rp. 7.8 Milyar,tetapi pihak Linda Mora Siregar dkk malah meminta angka yang fantastis diluar nalar yaitu sebesar Rp 12 Milyar, ehhh ternyata saat lelang terjadi malah dibeli oleh Syahlan Ginting secepat kilat dengan prosedur yang diduga telah melanggar beberapa ketentuan hukum dengan nilai limit sebesar Rp.6,5 Milyar.
Dari sekian banyak rentetan kesalahan dan cacat hukum ini.. Pihak dr. Badjora berpesan agar sebaiknya PA Kota Padang Sidempuan "bertaubat" dan sadar bahwa mereka adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menegakkan keadilan. Jangan sampai dalam hal ini PA Kota Padangsidimpuan malah menjadi Perpanjangan Tangan Pihak Pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merampas hak dan menjajah hak milik yang di dalamnya ada hak milik pribadi dari dr Badjora.
Tugas pokok fungsi peradilan adalah untuk menegakkan keadilan. Bukan malah menjarah dan memaksakan kehendak sepihak untuk melakukan eksekusi, tandas Muda Siregar.*(AIS)